Satu per satu misteri penangkapan seorang terduga teroris di Desa Tolam, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Riau oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror (AT) pada Kamis (6/2/2020) sore lalu, mulai terungkap. Pelaku berinisial WF itu terpaksa ditembak mati lantaran melakukan perlawanan kepada petugas saat hendak ditangkap. Pria berusia 29 tahun itu melemparkan bom pipa ke petugas hingga melukai polisi saat disergap di perairan Teluk Mundur Sungai Kampar.
Jenazah terduga teroris itu langsung dibawa ke darat dan diangkut ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda Riau. Banyak pihak mempertanyakan bagaimana caranya WF bisa menumpang kapal Tug Boat penarik kapal ponton pengangkut kayu itu. Padahal pelaku merupakan teroris dari daerah Jambi. Pelaku anggota jaringan Jama'ah Ansharut Daulah yang kabur dari daerahnya dan menjadi buronan selama ini.
Keluarga politisi dari Partai Kesatuan Bangsa (PKB) ini memiliki kapal ponton pengangkut kayu yang dikontrak oleh sebuah perusahaan. Tug Boat serta ponton itu beroperasi di sepanjang daerah perairan Pelalawan yakni Sungai Kampar dari Kecamatan Teluk Meranti sampai ke Kecamatan Pelalawan. Ketika dikonfirmasi, Muswardi mengaku belum mengetahui kejadian tersebut.
Anggota Komisi ll DPRD Pelalawan ini akan mencari kebenarannya setelah pulang dari kampung, karena ia sedang mengikuti Kunjungan Kerja (Kunker) ke luar daerah bersama rekannya sejawat. "Belum tahu juga. Nantilah dicek setelah pulang. Sekarang kami lagi di Jakarta," terang Muswardi. Belakangan diketahui jika tekong, sebutan lain nakhoda, bernama Arizal (48).
Saat dihubungi, Arizal membenarkan semua kejadian penangkapan teroris yang terjadi di perairan Sungai Kampar dekat dengan SP 2 Kelurahan Pelalawan yang disebut sebagai Teluk Mundur. Pelaku diberondong peluru oleh petugas karena tidak mau menyerahkan diri meski telah diberikan peringatan oleh polisi. Pelaku malah melawan petugas dengan melemparkan bom yang dibawa di dalam tasnya, hingga melukai polisi.
Arizal bersama tiga orang temannya yang ada di dalam Tug Boat itu tidak mengetahui jika Wahyu merupakan teroris saat menumpang ke kapalnya di daerah Teluk Meranti. Ia hanya merasa kasihan ketika WF meminta tolong untuk menumpang ke kapalnya. "Kami tak menyangka ia teroris, setelah diberitahu aparat desa dan kepolisian baru kami tahu," terang Arizal.
Ayah satu anak ini membenarkan bahwa Tug Boat yang dibawanya milik keluarga Muswardi anggota DPRD Pelalawan. Bahkan keluarga Muswardi telah menghubunginya setelah terduga teroris itu diangkut polisi. Sudah belasan tahun ia menjadi tekong Tug Boat namun baru kali ini ia melihat kejadian tembak menembak di tengah Sungai Kampar.
"Sampai sekarang kami masih trauma. Semacam perang. Tapi polisinya baik melindungi kami selama kejadian," tandas pria yang akrab disapa Ijal ini. Kepala Desa Tolam Kecamatan Bunut Kabupaten Pelalawan, Yupardi menyatakan berdasarkan informasi masyarakat, pelaku menumpang kapal Tug Boat penarik kapak ponton pengangkut kayu. Lantas beberapa kapal pompong dan speedboat yang ditumpangi personil Densus 88 mengepung tersangka di perairan Teluk Mundur antara Kelurahan Pelalawan dan Desa Tolam.
Di situlah terjadi ledakan bom dan disambut dengan suara tembakan. "Kata warga ada polisi yang terluka. Dinaikkan di SP 2 ini dan dibawa pakai mobil biasa," terang Kades Yupardi. Lantaran proses penangkapan dilaksanakan di tengah Sungai Kampar, tak ada warga yang bisa mengabadikan foto termasuk saat proses evakuasi ke mobil.
Lurah Pelalawan, Lukman menyatakan informasi yang beredar luas di masyarakat bahwa ada teroris yang ditangkap dalam keadaan meninggal dunia. Polisi menembak mati teroris tersebut karena melawan, tapi kronologis jelasnya belum diketahui lantaran tertutup. Padahal sejak siang Lukman bersama anggota polisi dari Polsubsektor Pelalawan di dermaga.
Ia bercerita sekitar pukul 15.00 WIB dihubungi polisi meminta disiapkan kapal kayu bermotor atau pompong. Lantas ia mencari pompong masyarakat yang berukuran besar dengan kapasitas 20 orang. Kapal kayu itu disiagakan di dermaga dekat Istana Sayap Pelalawan. Lukman langsung menuju dermaga tersebut dan melihat ada pompong lain yang ditambahkan, milik Babhinkamtibmas yang ukurannya lebih kecil.
Menghilangkan rasa penasarannya ia bertanya ke Kapolsek Pelalawan tujuan pompong tersebut. Polisi menjawab untuk memantau lokasi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) dari Sungai Kampar, seiring dengan semakin bertambahnya jumlah polisi yang berdatangan. "Ada juga kawan kawan intel itu yang mengaku mau memancing ke sungai, tapi dalam hati saya kok nggak bawa pancing. Masih tanda tanya bagi saya," tambah Lukman.
Rasa penasarannya semakin bertambah saat diminta tolong kembali untuk menyiapkan ambulance. Lantas ia menghubungi pihak puskesmas dan mengirim satu unit ambulance ke dermaga Istana Sayap. Meski masih penasaran ia meninggalkan para polisi tetap di dermaga dan kembali ke kantor.
"Informasinya ditembak di tengah sungai itu," tandasnya. Terduga teroris berinisial WF yang ditembak mati tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror (AT) di Desa Tolam, Kelurahan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Kamis (6/2/2020) sore di perairan Sungai Kampar, berasal dari Jambi. Ia menumpang kapal Tug Boat penarik ponton bermuatan kayu.
Petugas Densus yang menumpang kapal pompong dan speedboad menyergap pelaku di perairan Teluk Mundur setelah dibuntuti dari Teluk Meranti. Ketika hendak ditangkap, pria berusia 29 tahun itu ditangkap melemparkan bom pipa ke polisi dan melukai seorang petugas. Ia pun dilumpuhkan dengan tembakan dan dan meningal dunia.
Jenazah pelaku dibawa ke Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Polda Riau menggunakan ambulance milik Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kecamatan Pelalawan. Hal itu diungkapkan oleh supir ambulance Puskesmas Pelalawan, Nurul Ihsan (35) yang mengangkut jenazah terduga teroris dari Kelurahan Pelalawan sampai ke rumah sakit Bhayangkara Pekanbaru. Nurul Ihsan menerangkan, ia bersama rekannya diperintahkan pihak puskesmas membawa mobil ambulace ke dermaga dekat dengan Istana Sayap.
Meskipun tidak mengetahui ingin membawa orang sakit atau jenazah bahkan identitasnya juga disembunyikan, Nurul tetap menunggu di dermaga sekitar pukul 15.00 WIB. Ia melihat banyak polisi di sekitar dermaga menggunakan helm, rompi, dan sejata lengkap. Melihat setuasi agak genting seperti itu, Nurul bersama rekannya hanya diam menunggu tanpa banyak tanya maupun berbicara.
Sekitar pukul 16.40 WIB sebuah kapal pompong ditumpangi polisi bersenjata lengkap mendekati pelabuhan kecil itu. Setelah menyandar ke dermagar, dengan sigap petugas mengangkat sesosok mayat dibungkus menggunakan terpal warna biru masuk ke mobil ambulance. "Sebelumnya kami disuruh cari kantorng mayat, tapi tak ada di puskesmas. Dicari ke tempat lain juga tak dapat. Jadi pakai terpal aja," tambah pegawai honorer ini.
Jenazah terduga teroris itu telah dibungkus rapi sejak di dalam pompong. Alhasil wajah maupun ciri ciri pelaku tidak bisa dilihat, termasuk warna baju maupun celana yang digunakan. Untuk mengambil foto juga tidak ada waktu karena langsung disuruh berangkat ke Pekanbaru.
Dua polisi bersenjata lengkap menjaga jenazah di belakang. Kemudian dua mobil jenis Toyota Innova Reborn juga mengikuti dari belakang ambulance. Sepanjang jalan mereka hanya fokus membawa sesosok mayat yang tidak diketahui identitasnya itu. Setelah hampir dua jam perjalanan, mereka tiba di RS Bhayangkara pekanbaru.
Petugas lain yang telah menunggu dengan sigap menurunkan pria yang tidak bernyawa itu ke keranda dorong dan membawanya ke dalam kamar mayat. "Setelah itu kami langsung balik kanan pulang ke Pelalawan. Setelah sampai di kampun baru terdengar cerita kalau itu teroris yang ditembak mati," tambah lelaki yang sudah 15 tahun jadi sopir ambulans ini. Nurul memastikan jika mayat yang dibawa hanya satu orang.
Mereka tidak singgah di puskesmas atau rumah sakit lain yang ada di Pangkalan Kerinci. Ia tidak berani menanyakan ke polisi atau orang orang yang ikut mengantar jenazah itu. Ia berprinsip bahwa tugasnya bersama rekannya hanya mengantar dan harus dituntaskan.