Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menampung seluruh aspirasi disampaikan dalam aksi yang dilakukan para mitra ojek online (ojol), kemarin. Masih belum ada kesepakatan yang terjadi, termasuk juga berkaitan dengan wewenang pengaturan tarif yang diminta agar diserahkan ke pemerintah daerah. ”Mereka usulkan (tarif) itu diatur gubernur. Gubernur nanti diberikan ke Pemda Kabupaten atau Kota sehingga menyesuaikan kondisi di masing masing daerah. Saya bilang bagus juga tapi ada kurang lebihnya lho. Tapi ditampung dulu,” kataDirjen Perhubungan Darat (Hubdar) Kemenhub, Budi Setiyadi, saat paparan kepada media, Rabu (15/01) malam.
Budi mengakui alasan dari permintaan agar tarif ojol diatur Pemda cukup masuk akal. Hal ini berkaitan dengan kondisi geografis di daerah masing masing. ”Jadi misalnya daerahnya pegunungan, mungkin risiko dan power lebih besar. Tapi kan ya tidak semua daerah seperti itu lah,” terusnya.
Selain itu, Budi meminta para mitra ojol agar kompak terlebih dahulu saat menyampaikan aspirasi terutama berkaitan dengan kebijakan besar seperti penetapan tarif. ”Pertanyaan saya, tolong kalian di bawah kompak dulu dong kan asosiasi banyak. Belum tentu semua setuju,” ujarnya. Berkaitan dengan tarif, saat ini berlaku regulasi terutama Peraturan Menteri (PM) nomor 12 tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat.
Kemudian Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan Dengan Aplikasi Dalam aturan tersebut tarif memang bisa dievaluasi setiap tiga bulan. Dalam hal ini, Budi menegaskan, tidak boleh ada yang egois. ”Artinya bisa naik, bisa turun, bisa tetap. Jangan persepsinya evaluasi itu tarifnya akan naik terus. Kita harus berpikir keberlangsungan ojolnya juga,” tegasnya.
Maka pembahasan atau evaluasi tarif sudah pasti melibatkan berbagai pihak terkait. Termasuk juga dari sisi konsumen misalnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang akan mengukur kerelaan membayar tarif (willingness to pay)nya. ”Kalau harga ojolnya terlalu mahal kan ya penumpang juga akan pikir pikir lagi. Mendingan naik transportasi lain atau bahkan jalan kaki. Kan begitu,” tukasBudi.